Hari Kartini Bukan Cuma Soal Kebaya: Kenapa Peran Ibu Sering Diabaikan?

 

Hari Kartini Bukan Cuma Soal Kebaya: Kenapa Peran Ibu Sering Diabaikan?

Halo, sahabat Bengkel Bunda.. 


Hari ini tanggal 21 April, menjadi salah satu hari yang penting bagi Bangsa Indonesia. Hari ini diperingati sebagai Hari Kartini. Kartini, sosok pejuang bagi perempuan Indonesia. 


Pada hari ini, linimasa media sosial penuh dengan anak-anak kecil berkebaya, lomba peragaan busana, dan caption yang seragam: Selamat Hari Kartini, pejuang emansipasi perempuan. Tapi setelah itu? Ya sudah. Kembali lagi ke rutinitas, seakan perjuangan Kartini cuma bisa dirayakan lewat foto dan selebrasi satu hari saja.  


Yang lebih menyedihkan, satu sosok penting yang justru sering dilupakan di tengah perayaan ini adalah: ibu


Iya, ibu. Orang pertama yang mengajarkan banyak hal, termasuk makna kebebasan, keberanian, dan menjadi perempuan yang punya suara. Tapi dalam hingar-bingar Hari Kartini, peran ibu entah kenapa sering luput dari sorotan.


Ibu: Kartini Pertama dalam Hidup Kita


Coba sahabat bayangkan siapa yang pertama kali mengajari kita bicara? Siapa yang setiap hari mengajari kita nilai-nilai dasar seperti peduli, tangguh, dan mandiri?


Buat banyak dari kita, jawabannya adalah ibu. Dia mungkin bukan aktivis, bukan penulis buku, bukan juga orator hebat. Tapi dia adalah penggerak kecil yang puny dampak besar.


Kartini bilang, Habis gelap, terbitlah terang.  

Dan ibu? Dia adalah orang yang menyalakan lampu di rumah, setiap hari.


Perjuangan yang Nggak Insta-worthy, Tapi Penuh Arti


Ibu sering kali jadi pejuang yang tidak terlihat. Bangun paling pagi, tidur paling malam. Mengurus anak, rumah, kadang juga kerja kantoran atau berdagang. Tidak ada panggung. Tidak ada penghargaan. Tapi ada cinta, ada tanggung jawab, dan ada semangat juang yang sama kuatnya kayak semangat Kartini.


Baca Juga : Selamat Hari Kartini! Yuk, Jadi Kartini Tangguh Bersama Bengkel Bunda


Emansipasi bukan soal naik jabatan atau kuliah sampai S3 (meskipun itu keren banget). Emansipasi juga ada di hal-hal kecil: ketika ibu mengajari anak laki-laki untuk membantu pekerjaan rumah, atau ketika ibu mendorong anak perempuannya untuk berani punya mimpi, bahkan mimpi yang tidak biasa.


Kenapa Peran Ibu Sering Diabaikan?


Dibalik begitu pentingnya, peran ibu sering diabaikan. Ada dua alasan utama. Pertama, karena kerja domestik dianggap sudah seharusnya. Masyarakat masih banyak yang berpikir, ya memang tugas ibu itu mengurus rumah dan anak. Padahal, itu kerja penuh waktu tanpa gaji dan tanpa cuti. Ironis sekali kalau kerja segitu luar biasa justru tidak dianggap kontribusi.


Baca Juga : Mengenal 4 Perempuan Hebat di Era Kebangkitan Nasional


Kedua, karena peringatan Hari Kartini terlalu fokus ke hal simbolik. Kebaya itu penting, karena bagian dari identitas budaya. Tapi Kartini bukan cuma soal penampilan. Kartini adalah soal pemikiran, perjuangan, dan keberanian untuk melawan arus. Dan siapa yang tiap hari melawan arus ekspektasi? Lagi-lagi: ibu.


Saatnya Mengubah Cara Kita Merayakan Hari Kartini


Daripada cuma lomba-lomba seremonial, gimana jika mulai melibatkan ibu dalam perayaan?  

Contohnya:

  • Ajak ibu-ibu berbagi cerita perjuangan mereka di sekolah atau komunitas.
  • Bikin kelas menulis reflektif untuk anak dan ibu.
  • Buat video atau podcast yang mewadahi suara ibu tentang peran mereka sebagai penggerak di rumah.
  • Bahkan sekadar nulis surat untuk ibu tentang bagaimana dia menginspirasi kita itu udah bentuk perayaan yang luar biasa.


Penutup: Kartini Mungkin Tidak Melahirkan Anak, Tapi Banyak Ibu yang Melahirkan Semangat Kartini


Kita sering mengidolakan Kartini karena surat-suratnya yang cerdas dan progresif. Tapi jangan lupa, banyak ibu di sekitar kita yang, tanpa pena dan kertas, sedang menulis perjuangannya sendiri setiap hari lewat tindakan. Mereka adalah Kartini tanpa kutipan. Kartini tanpa panggung. Tapi mereka ada, dan mereka layak dirayakan.


Baca Juga : Review Film Kartini (2017)


Jadi, di Hari Kartini ini, yuk mulai mengubah fokus.  

Dari sekadar kebaya ke keberanian.  

Dari seremonial ke refleksi.  

Dan dari sekadar selamat Hari Kartini ke terima kasih, Ibu. Karena perjuanganmu nggak pernah sebatas tanggal di kalender.



1 comment

  1. Terimakasih mba DK untuk tulisannya yang sangat inspirarif

    ReplyDelete